Senja 3 Desember kala itu
Diantara hausnya bumi dan terangnya langit
Ku coba pahami tiap huruf satu demi satu yang terangkai panjang
Ya panjang bak antrian manusia dipenghujung bulan lapar
Kau celotehkan tiap pinta dan harapmu
Juga aku
Kau bacakan paragraf idealismemu, nya dan mereka
Paragraf yang penuh dengan logika – logika kaku
Roman tentang cinta citamu mengalir lancar dari mulutmu
Bak peran air dalam hausnya bumi
Atau kilat dalam lakon terangi langit
Detik berganti detik sampai akhirnya aku harus menjatuhkan tinta
Tinta tuk membuat sebuah titik pengakhiran
Kucoba susun tiap yang bercecer bersama beku otakku
Menyusun sebuah buku untuk aku pahami
Demi lembar terbuka
Awal
Tengah
Dan akhir
Penghabisan kalimat dengan titikku disana kumulai paham
Bahwa tawa dan tangisku berasa tawar bagimu
Bahwa tiap huruf yang aku lempar tak terbaca
Bahwa semua ketukan palu tak terdengar jelas ditelingamu
Bahwa setiap pintaku tak bisa terucap jawabnya
Bukan karena kau tak berperasa
Bukan juga karena kau buta
Atau mungkin tuli
Pun juga bisu
Karena selama ini aku hanya bayangan
Yang tak akan pernah terasa kala menggenggam
Tak akan pernah punya peran kala kau kalut
Tak bisa membuatmu tertawa kala air mata menetes dari ujung matamu
Aku ini hanyalah sebuah bayangan
Bayangan yang bisa tertawa pun menangis
Bayangan yang berperasa
Bayangan yang merasa
Maka jika kuhilang
Kau tak akan tahu
Bahkan mungkin lupa bahwa selama ini aku ada
Walaupun hanya sebuah bayangan
Jumat, 03 Desember 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar