Kamis, 23 Desember 2010

Tekad Segitiga


“Maaf.” Kata pertama yang muncul dari mulutku untuk sedikit menurunkan tensi pembicaraanku dengan Ki Soma. “Tapi setelah saya renungkan ini bukan yang terbaik.”
“Bukan yang terbaik bagaimana maksudmu Broto?” Tanya Ki Soma, sang paranormal sekaligus juga Pakdhe-ku.
“Saya pikir ini terlalu berisko.”
Kan sudah tak bilangin waktu itu, kalau ingin membeli mobil yang semakin bagus maka kamu pun harus mengeluarkan uang yang lebih banyak pula.” Katanya sembari menyulut rokok klembak menyan keduanya sejak kami mulai berbincang. “Ini sudah hukum alam Le, tidak bisa ditawar apalagi ditolak.”
“Tapi....”
“Atau jangan – jangan kamu tidak percaya dengan kemampuan Pakdhe-mu ini?”
“Ya bukan seperti itu Pakdhe hanya saja...”
“Hanya saja apa?”
“Ya itu tadi.”
“Resiko?”
“Mungkin.”
Kami berdua terdiam. Kembali lagi segelas teh manis yang telah dingin aku masukkan kedalam mulutku. Pun juga Pakdhe nyruput teh tubruk yang aku yakin pasti telah dingin pula.
“Itu nagasarinya buatan Budhemu di makan!” Kata Pakdhe pecahkan hening.
Nggih.” Sambil aku ambil satu untuk melegakan hatinya.
Sebenarnya aku merasa malu dengannya karena tidak sembada dengan kata – kataku. Masih jelas didalam ingatan waktu Pakdhe memberikan selembar kertas setelah aku merengek – rengek agar di bantu untuk menakhlukkan hati si Ani anak Pak Lurah. “Ini nanti kamu baca saat mau tidur sambil membayangkan wajah si Ani!” Pesan Pakdhe kepadaku . “Nanti kamu puasa ngebleng selama 7 hari 7 malam dan pategeni sehari semalam, kamu mulai puasa pada hari Jum'at Pahing.” Imbuhnya kala itu. Dan ini seharusnya adalah hari ketujuh aku melaksanakan petunjuknya.
Kertas itu kembali aku buka.”Ingsun amatak ajiku si jaran goyang, tetenger tengahing pasar gegamana cemethi sodo lanang saking swargo sun sabetake gunung jugrug segoro asat bumi bengkah sun sabetake atine si jabang bayi Ani teko welas teko asih andeleng badhan sliraku manut miturut opo sakarepku.” Dan tulisan itu masih begitu jelas terbaca dibawah penerangan lampu 10 watt pendapa rumah ini.
“Hanya satu langkah lagi seharusnya.” Suara berat Pakdhe kembalikan aku ke tempat semula. “Jika kamu itu bukan Broto anak dari Santoso suwargi adik kandungku tidak akan aku memberikan ajian itu.”
“Maaf telah membuat Pakdhe kecewa.”
“Karena aku, Pakdhemu ini, ingin melihat kamu sebagai prunan-ku bahagia.” Sambil menatap lembut aku yang sedari tadi tertunduk. “Hanya itu saja, tidak ada maksud lain.”
“Saya ngerti maksud Pakdhe, apa lagi setelah bapak di panggil-Nya hanya Pakdhe tempat Broto bercerita.” Kataku lirih. “Tapi ya itu tadi masalahnya.”
“Apa karena kau berpikir ini diluar akal seorang sarjana fisika sepertimu?”
“Tidak juga, karena banyak hal yang tidak bisa kita jelaskan dengan akal kita.”
“Lalu apa yang menyebabkan keinginan menggebumu itu hilang?”
“Keinginan mana maksud Pakdhe?”
“Menakhlukkan Ani itu.”
“Ooo itu? Masih Pakdhe, masih ada.”
“Tapi buktinya kamu batalkan puasamu pada hari ketujuh.”
“Itu tidak ada hubungannya dengan keinginanku kepada Ani Pakdhe.”
“Lalu apa kalau bukan? Ada gadis lain?” Tanya Pakdhe meyakinkan pendapatnya.
“Bukan juga” Jawabku pelan. “Aku sudah madhep mantep sama Ani, walaupun kemarin sempat ditolaknya.”
“Iya dan itu yang akhirnya membuat kamu mbebek’i, malam – malam kamu ke sini.”
“Jujur saja, katakan kepadaku mengapa tiba – tiba kamu berubah pikiran?”
“Karena resiko itu tadi Pakdhe.”
“Resiko yang mana? Bukankah sudah aku bilang ini itu tidak ada tumbal pada dirimu maupun juga anak turunmu kelak. Tidak ada seret jodoh juga bagi mereka. Ini aman.”
“Iya kemarin Pakdhe juga sudah menjelaskan kepadaku panjang lebar.”
“Lalu apa?” Tanyanya semakin mendesak. “Padahal jika kamu melakukan dengan benar besok Jum’at itu jatuh pada tanggal 1 Sura, dan itu hari baik”
“Itu juga salah satu alasanku.”
“Alasan?”
“Iya, 1 Sura adalah hari baik bagi siapa saja di keluarga besar kita baik yang kejawen seperti Pakdhe maupun juga bagi Om Basuki adik Pakdhe yang lulusan Mualimin itu.”
“Lalu jika kamu tahu kenapa kamu batalkan?”
“Karena aku takut.”
“Takut gagal?”
“Tidak juga, karena aku yakin bisa melakukan itu dengan baik.”
“Lalu takut apa?”
“Kutukan.”
“Kutukan? Kutukan apa?”
“Kutukan hari baik, kutukan awal tahun. Kutukan dari Gusti”

Senin, 06 Desember 2010

beku #7

jika aku tak bisa wujudkan mimpi maka lebih baik aku tak akan pernah bermimpi lagi
karena mimpi adalah hal yang paling berharga dalam hidupku,kini
karena nafas dalam hidup adalah mimpi
dan jika aku tak bisa wujudkan maka
aku ingin berhenti bermimpi

Jumat, 03 Desember 2010

Senja 3 Desember

Senja 3 Desember kala itu
Diantara hausnya bumi dan terangnya langit
Ku coba pahami tiap huruf satu demi satu yang terangkai panjang
Ya panjang bak antrian manusia dipenghujung bulan lapar
Kau celotehkan tiap pinta dan harapmu
Juga aku
Kau bacakan paragraf idealismemu, nya dan mereka
Paragraf yang penuh dengan logika – logika kaku
Roman tentang cinta citamu mengalir lancar dari mulutmu
Bak peran air dalam hausnya bumi
Atau kilat dalam lakon terangi langit
Detik berganti detik sampai akhirnya aku harus menjatuhkan tinta
Tinta tuk membuat sebuah titik pengakhiran
Kucoba susun tiap yang bercecer bersama beku otakku
Menyusun sebuah buku untuk aku pahami
Demi lembar terbuka
Awal
Tengah
Dan akhir
Penghabisan kalimat dengan titikku disana kumulai paham
Bahwa tawa dan tangisku berasa tawar bagimu
Bahwa tiap huruf yang aku lempar tak terbaca
Bahwa semua ketukan palu tak terdengar jelas ditelingamu
Bahwa setiap pintaku tak bisa terucap jawabnya
Bukan karena kau tak berperasa
Bukan juga karena kau buta
Atau mungkin tuli
Pun juga bisu
Karena selama ini aku hanya bayangan
Yang tak akan pernah terasa kala menggenggam
Tak akan pernah punya peran kala kau kalut
Tak bisa membuatmu tertawa kala air mata menetes dari ujung matamu
Aku ini hanyalah sebuah bayangan
Bayangan yang bisa tertawa pun menangis
Bayangan yang berperasa
Bayangan yang merasa
Maka jika kuhilang
Kau tak akan tahu
Bahkan mungkin lupa bahwa selama ini aku ada
Walaupun hanya sebuah bayangan

Pintaku pada yang tersembunyi

Janganlah lagi kau cari aku
Apa lagi dengan mencari diantara senyum dan tawa
Namun bukan berarti aku bisa kau temukan diantara para penangis

Jangan pula kau panggil aku
Dengan segala suara yang Dia titipkan
Namun bukan berarti kau bisa panggil aku dengan diammu

Karena kau tak akan temukan aku bersama hasratmu
Aku manusia
Aku tak bisa penuhi hasrat - hasrat
Walau kau cari aku dengan mata elangmu
Menyisir tiap runtuhan kota matiku
Pun jua kau panggil aku dengan lantangmu
Bahkan dari tingkat tertinggi di Arsy agar dunia terpekakkan
Kau tetap tak akan menemukanku

Aku bisa saja kau lihat
Kau jamah
Kau peluk
Bahkan kau gumuli dengan serta merta
Tapi jangan bawa rasa inginmu
Karena ia akan pergi kala kau puas
Aku seperti rasaku
Tak akan mudah menghilang
Namun terlalu sulit tuk tersentuh

Bawakanlah aku sepucuk keyakinan
Keyakinan bahwa kau memang membutuhkanku
Yakinkanku bahwa aku adalah bagian dari hidupmu
Bagian dari tiap derapmu
Bagian dari tiap tetesan airmatamu
Pun juga bagian dari lembut tawamu
Seperti kau bagi aku
Atau kau takkan melihat aku lagi dikala senja

Pintaku untuk Tuan Bersurban

Wahai Tuan Bersurban disana
Janganlah kau menatap aku
Karena aku takut kau akan menjauh
Janganlah pula kau coba menilai aku
Karena dengan metode apapun aku terlalu susah dipahami
Namun cobalah sentuh aku
Karena aku bukanlah sawan
Yang karena aku kau harus berkutat dengan bunga – bungaan

Wahai Tuan Bersurban disana
Cobalah kita untuk  saling berkenal
Agar kau mengerti
Mengerti satu per satu sisi yang hitam bagimu
Yang abu abu
begitu juga putih bagimu

Wahai Tuan Bersurban disana
Mungkin hanyalah impi bagiku
Berdua duduk bak kawan lama
Bercerita panjang tentang kota-kota yang  baru saja terlewati
Atau berbagi tawa tanpa kuminta
Karena bagimu aku tak lebih dari gundik
Menggoda...
Merayu...
Memancing...
Dan bebas suka ria untuk dijamah
Karena kau belum mengenalku

Wahai Tuan Bersurban disana
Aku juga sepertimu
Hanya saja kau tak paham tentang aku
Bahkan sejengkal atas kuning langsatku
Pahami tiap gerak lekuk tanganmu diatas diriku
Bukan diatas kulitku
Agar sedikit kau paham tentang aku
Agar kau bisa tersenyum kala mata saling beradu
Membuka kata kala terdiam
Dan akhirnya sudi tuk duduk merendah denganku

Wahai Tuan Bersurban disana
Aku memang penghibur
Tapi bukan dengan kulitku
Tapi dengan apa yang ada dibawah kulitku
Dengan ikhlasku sebagai penghibur
Walau terlihat murah karena kau mampu
Namun aku bukan murahan
Aku bukanlah pelacur
Untuk mereka
Untukmu jua wahai Tuan Bersurban disana
Bahkan untuk yang dihati
Sekali lagi aku bukanlah pelacur

Jumat, 12 November 2010

Beku #6

Tuhan..
terima kasih atas semua yang telah kau kirimkan dalam hidup ini
dari hal yang tak pernah asama sekali aku inginkan begitu juga sebaliknya
semua adalah tapak hidup yang harus aku lewati
aku tak pernah menyesali hidup ini
tak pernah mengumpat tentang nafas yang kau berikan padaku hingga detik ini
aku juga tak ingin udara yang mengalir pada 2lubang hidungku berhenti segera
karena aku masih pinya cita dan cinta
cita pada cinta
dan juga cinta pada cita
pahit manis hidup adalah bumbu yang mebuat hudup menjadi lezat
bukan kah begitu Pemilik Jiwa?
aku nikmati tiap gerak senggamanya nyawa dan raga
walaupun kadang aku harus meneteskan darah untuk menikmatinya
bukankah ini hidup wahai Pencipta Tawa?
kau tumbuhkan bunga didunia kecilku
dengan semua pesona
dengan semua wanginya
dan juga dengan semua durinya
oya Pemberi Cinta
aku jadi teringat tentang duri
apakah salah ketika aku masih memilih bunga berduri?
apakah aku salah ketika mencitai mawar putih itu?
karena hari ini aku telah tertusuk durinya
karena hari ini darah segar kembali menetes
apakah akuharus memilih tunjung?
karena ia tak akan menyakitiku walaupun aku harus berenang tuk petikya
nikmati indahnya
bersama dengan angsa putih
haaaah
tapi sudahlah aku tetap pilih mawar ini
walaupun..
walaupun
walaupun
(maaf Penguasa Rahasia aku harus berbisik)
kali ini aku harus lebih bisa hidup
walaupun aku terlalu sulit temukan diriku yang dulu
karena waktu telah menyanderanya dientah berantah
dan kini aku berjalan dengan apa adanya
tanpa yang akuinginkan
tanpa bagian yang telah tercecer
walau jauh dari lubuk hati aku inginkan aku yang hilang
aku merindukannya
karena ia menanyaknnya


La rose blanche est maintenant me poignarder à nouveau mais je l'aime

Rabu, 03 November 2010

beku #5

hari ini aku kembali lagi belajar tentang sinkronisasi otak dan hati, dan ternyata itu jauh lebih sulit dari yang selam ini ditulis dengan tinta diatas kertas-kertas berjilid. aku belajar sebuah hal yan tak pernah ditulis dengan tinta berwujud apapun diatas tanah bulat ini. egoisme yang selalu akrab dengan rasa membuat aku semakin limbung dengan kenyataan ini seolah hampir berkata "Tuhan aku menyerah.", namun gengsiku lebih besar dari hasrat untuk berkata-kata. aku semakin jatuh dkedalam teori stabilisasi reaksi kimia yang aku tulis diatas daging dalam dadaku yang berwarna merah itu. aku hampir menyerah. namun jangan panggil aku burhan jika kata itu ada dalam dunianya.

terima kasih Tuhan atas semua, semua yang baik dan buruk dalam hidup karena hanya ini yang bisa terucap dalm diamku.

Selasa, 02 November 2010

beku #4

bukankah kita diciptakan dengan masing-masing nyawa?
bukankah kita ditiupkan dengan masing-masing jiwanya?
bukankah kita dilahirkan dengan bentuk masing-masing raga kta?
bukankah kita diciptakan dengan kemampuan kita masing-masing?
bukankah.....stop!!!
jangan lagi tanyakan tentang semua itu!
tapi coba pikirkan kenapa!
renungkan!
dan jawab dalam hati!
tapi masalahnya apakah masih ada hati didalam dadamu?
ataukah hanya diisi dengan seonggok daging berwarna makna?
coba lagi urai dengan logika paling cerdasmu!
otakmu gunakanlah!
ataukah kepalamu hanya berisi setumpuk lemak putih berukir?
tanpa guna dan fungsi?
lalu sebenarnya harus kepada siapa lagi aku berkata?
ketika badan-badan yang ditopang dua kaki telah seperti itu...
anjing..
kemabli lagi aku katakan kepadanya saja
semoga dia masih mengerti walaupun berkaki empat..

bawakan aku mawar itu agar aku semakin mengerti akan perihnya darah menetes dan wanginya surgawi...

Senin, 01 November 2010

Beku #3

hari ini aku mempertanyakan sebenarnya esensi dari sekumpulan huruf C-I-N-T-A
sebenarnya untuk apa dan siapa dia terangkai dan tercipta?
banyak orang mengatakan bahwa itu untuk mendamaikan dunia....
untuk meningkatkan kualitas manusia.....
membuat manusia merasa ada dan berharga...
mewujudkan sebuah kasih disekitar...
tapi kenapa egoisme dan rasa posesif selalu ada disekitar kata itu?
mengekang untuk berekspresi?
mengekang manusia untuk bergerak
memusnahkan imajinasi dalam otak
apa karena nafsu terlalu liar mengitari kata itu seolah menjadi sebuah affix ato suffix dalam kata itu.
bukan lagi menjadi bulan bagi bumi
aku menjadi semakin muak dengan semua ini
aku memilih kata sayang..
tanpa nafsu..
tanpa ego...
tanpa rasa posesif berlebih
karena aku bisa liar menyayangi siapapun yang pantas aku sayangi
dan salah satunya adalah dirimu
yang tak pernah meminta rasa cintaku maupun ragamu untukmu seorang
karena kau tahu bahwa sebenarnya aku adalah untukmu
kau terima aku bersama bau busukku
dan aku kau selalu anggap aku adalah seorang pangeran walaupun kau tahu aku adalah deretan terdepan manusia terbuang
kali ini harus aku akui bahwa aku sayang kamu walaupun mulut ini terkunci rapat untuk kata itu padamu
padamu
padamu
dan padamu


aku terima mawar bersama durinya seperti halnya aku terima wanginya

Jumat, 29 Oktober 2010

beku #2

kau adalah sebagian dari tubuhku,
konon
kau adalah sebagian dari jiwaku,
konon
kau adalah yang bisa memberikan aku senyuman,
konon,
kau juga yang membuka pintu air mataku
konon,
kau yang menyentuhku saat terbisu
konon,
kau yang membelaiku saat tertatih
konon,
kau yang pernah menerima cintaku
konon,
kau yang pernah menolak cinta yang lain juga
konon,
kau anjingku
nyata,

Beku #1

Hari ini adalah hari yang kesekian aku mengalami kebuntuan otak. Tinta-tinta yang seharusnya segera aku bekukan justru telah beku terlebih dahulu didalam liang kenikmatan dimana ia berawal. Huuuuh mengapa dunia terasa begitu gelap hari-hari ini. Memang berbagai masalah sedang akrab denganku akhir-akhir ini. Dari masalah anjing, tirani, sampai tentang jejak-jejak kaki seolah mereka sedang arisan didalam kehidupanku kali ini. Aku sedang ujian mid kali ini. Tuhan menginginkan untuk melihat kemampuanku untuk menentukan apakah aku masih bisa masuk ke level yang lebih dekat kepada gelar MANUSIA ataukah tidak. Masalahnya aku belum belajar malam ini...Anjing! Jejak anjing! Jejak bayangan kaki anjing!

Sabtu, 16 Oktober 2010

Dosa Warisan Penari

Tapi Pak, saya tidak seburuk yang Bapak duga, atau mungkin yang mereka duga,” sergahku dengan lantang.
Jadi kau anggap aku atau mungkin bahkan mereka semua telah tidak bisa menilik, menelaah dan menilai mana yang baik dan mana buruk?” Tanya sinis Pak Kajur padaku.
Saya lakukan ini semuanya agar saya bisa bertahan hidup ditengah hutan belantara kecil yang bernama kota, tepatnya Yogyakarta Pak.”
Dengan menjual keindahan tubuh maksudmu? Iya? Dengan meliuk-liukkan tubuhmu diatas sebuah stage memancing hembusan syahwat lelaki?”
Maaf Pak antara menari dan memancing syahwat kaum Bapak itu adalah dua hal yang sangat jauh berbeda.”
Jauh tempatnya maksudmu?” Pak Kajur melirik rendah.
Maksud Bapak apa?”
Jangan bergaya bodoh seperti itu!”
Maksud Bapak saya menjual diri saya secara fisik? Membiarkan setiap lelaki menikmati kulit saya dengan menjamahnya? Maaf Pak saya masih punya harga diri.”
Tahu apa kamu tentang harga diri?”
Saya masih memiliki harga diri Pak selama orang-orang berduit banyak dengan birahi diujung tanduk itu tak bisa menaksir berapa lembar uang ratusan ribu untuk menebus tubuh saya.”
Tetapi bukankah dengan membiarkan mereka melihat tubuhmu itu sama saja kau juga menjual dirimu?”
Itu berbeda.”
Apa bedanya?”
Menari itu butuh ketrampilan Pak, mereka yang datang menikmati setiap gerakan yang dilakukan oleh tubuh saya bukan menikmati tubuh saya yang bergerak, itu perbedaannya. Dan sekali lagi itu sangat jauh berbeda.”
Diam.
Ok, sepertinya kita jauh meleset dari tujuan awal kita untuk bertemu...Namun begini kampus kita ini adalah kampus dengan latar belakang agama...”
Lalu saya dianggap kotoran yang termasuk najis mugholadoh yang setara dengan air liur anjing yang harus disingkirkan dari kampus yang bersih ini yang dengan susah payah saya mencoba agar bisa tetap kuliah yang...”
Biarkan aku selesaikan dulu perkataanku Asti, bisakan kamu sabar sejenak dengan mendengarkan penjelasan dari aku?”
Baik Pak, asal jangan Bapak katakan bahwa saya harus meninggalkan kampus ini.”
Begini, saya mencoba mengerti dengan apa yang terjadi pada dirimu. Kamu telah bercerita panjang lebar tentang keadaanmu, bagaimana kehidupan keluargamu yang hidup dengan hanya mengandalkan pertanian tadah hujan dan uang pensiunan janda dari Bapakmu yang dulu bekerja sebagai pesuruh sekolah, kehidupanmu yang kini menjadi anak yatim dimana Ibumu harus menanggung semua beban keluarga dan ketiga adikmu.”
Terimakasih Pak.” Kataku lirih.
Tapi kan begini Asti, di dalam hidup ini tersedia banyak pilihan yang jika kita jeli melihat maka pilihan itu bagaikan pasir di atas pantai.”
Jadi menurut Bapak bahwa saya adalah termasuk orang yang tidak jeli melihat pilihan itu tadi?”
Menurutmu sendiri bagaimana.”
Kalau Bapak bertanya menurut saya tentu saja saya telah mengambil sebuah langkah yang benar dengan mencoba hidup mandiri, tidak menggantungkan kehidupan kepada orang lain bahkan kepada orangtua sendiri, saya hanya mencoba untuk mandiri itu saja.”
Iya kamu tepat dalam hal ini bahwa kamu harus lepas dari ketergantungan, hanya saja caramu itu lho Asti, kau melupakan dimana kau hidup tak sendiri ada banyak mata yang menilai setiap yang ditampakkan oleh kita.”
Karena saya menjadi seorang penari dan tidak jarang harus tampil diklub-klub malam?”
Pakaianmu,”
Pakaian saya?”
Dan image masyarakat tentang seorang penari diklub malam.”
Memangnya bagaimana ada yang salah dengan seorang penari Pak?”
Tidak, bukan hanya pada penari beserta pakaiannya Asti, tapi juga tempat dimana dia menari.”
Sunyi, hanya suara desir hembusan air conditioner yang sedikit mengusiknya. Aku menghela nafas sejenak mencoba meredam yang bergejolak di dada sampai akhirnya mulutku bisa kembali terbuka.
Pak, memang saya akui pakaian yang saya pakai itu bukan termasuk pakaian yang dapat menutup rapat setiap jengkal tubuh saya dengan sempurna. Saya terkadang memakai kaos street lengan pendek atau short pants yang menurut kampus ini adalah sebuah larangan besar bagi keduanya,”
Dan ingat Asti bahwa pakaian adalah cerminan jiwa si pemakai,”
Walaupun saya terlihat murahan dengan pakaian seperti itu namun saya masih menjaga prinsip saya sebagai wanita Jawa pak.”
Maksudmu?”
Pantang bagi saya untuk menjadikan keperawanan atau apapun itu namanya sebagai sebuah komoditas, saya masih suci.”
Namun dengan melihat kenyataan yang ada pada dirimu seperti itu dan dengan image yang begitu keras siapa yang percaya?”
Baiklah, jika pihak kampus tidak percaya saya berani untuk tes keperawanan biar mereka juga tahu bahwa keperawanan bukan hanya milik wanita berkerudung besar dan pandai mengaji saja.”
Masalah ini bukan hanya berhenti pada keperawanan semata namun seperti yang Bapak sampaikan tadi,”
Masalah tempat saya menari dan image pekerjaan yang saya lakoni untuk menyambung hidup ini?”
Dan itu adalah bagian yang tak dapat dipisahkan,”
Terdiam lagi.
Pak, seandainya saya menari dengan pakaian yang sama dikampus ini apakah pandangan orang juga akan berubah?”
Tidak aku pikir.”
Mengapa tidak? Jika tadi masalahnya karena tempat dimana saya menari adalah sebuah klub malam sehingga orang-orang mencibir saya.”
Diam berpikir.
Atau jika karena pakaian, bagaimana kalau saya menari dengan pakaian yang sangat tertutup bahkan sampai udara kesulitan untuk melintasi tubuh saya dan saya lakukan di cafe atau klub malam apakah saya masih dianggap sebagai sebuah benda bersih?”
Tidak juga.”
Lalu jika semua tidak apakah Bapak bisa memberi saya sebuah solusi terbaik agar saya bisa dianggap bersih?”
Berhentilah dan carilah peluang yang lebih baik!”
Maksud Bapak saya berhenti menjadi penari?”
Saya yakin itu lebih baik.”
Lalu bagaimana saya melanjutkan kuliah?”
Bukankah kamu bisa menjadi tentor bagi anak SD atau SMP, atau menjadi part-timer pada persewaan CD atau ditempat lain yang kamu cocok.”
Pak, saya menari bukan hanya berhenti pada alasan recehan saja namun lebih dari itu Pak.”
Bukannya pada dasarnya kamu itu mencari uang untuk biaya kuliah kamu dan bertahan hidup disini?”
Itu salah satu alasan bagi saya Pak.”
Lalu apa alasanmu yang lain?”
Karena saya suka menari.”